
Meningkatkan Computational Thinking dengan Cooding Block
USIA sekolah menengah pertama (SMP), pada rentang usia 12-15 tahun, adalah saat anak yang sedang mengalami puncak keingintahuan terhadap suatu hal. Untuk masa pertumbuhan anak dengan pemikiran yang terus berkembang, mereka harus sudah mengetahui kegunaan dari apa yang dipelajari. Oleh karena itu, anak akan lebih mudah mengingat. Karena dia bisa merasakan ilmu yang dipelajari dalam kehidupan sehari hari.
Ada berbagai macam keterampilan yang harus dikembangkan oleh siswa. Salah satu
contohnya adalah computational thinking atau disebut dengan berpikir komputasi. Menurut Wing (2006) dalam Danial Hooshyar (2020), menjelaskan bahwa, computational thingking sebagai kemampuan kognitif yang memungkinkan kita untuk berkembang dengan menerapkan ilmu komputer. Sebagai proses penalaran sains dan dapat diterapkan dalam disiplin ilmu lainnya.
Dalam computational thinking, terdapat empat teknik. Pertama, kemampuan menyusun tahapan atau disebut perancangan algoritma. Di mana dalam menyelesaikan permasalahan, dilakukan secara terstruktur, kritis, dan logis. Kedua, dekomposisi. Merupakan kemampuan menganalisis tugas keseluruhan menjadi bagian tugas kecil yang terperinci.
Ketiga, pengenalan pola. Merupakan kemampuan mengenali perbedaan serta kesamaan, yang diharapkan membantu untuk membuat sebuah prediksi. Keempat, kemampuan memilih informasi bermanfaat,
atau disebut dengan menggunakan informasi tersebut dalam menyelesaikan permasalahannya.
Peningkatan computational thinking bisa diterapkan dalam dunia pendidikan. Salah satu contoh penerapannya adalah, dengan belajar cooding block. Tujuan belajar cooding block dalam konteks pendidikan adalah, untuk menciptakan motivasi dan suasana atraktif selama pembelajaran. Karena siswa akan diberi penghargaan, apabila mereka menyelesaikan tantangan yang ada pada proyek tersebut.
Selain itu, membuat siswa terlatih memberikan solusi dalam permasalahan yang mereka temui. Termasuk membantu meningkatkan kemampuan berpikir, mendekatkan hubungan antarsesama, serta mengembangkan kepribadian.
Cooding block adalah kode berupa blok visual, yang diubah dari teks. Digunakan untuk
pemrograman menjadi proses drag-and-drop. Bentuknya seperti puzzle, sehingga menarik minat siswa untuk belajar pemrograman. Seperti mudahnya memasang sebuah blok puzzle.
Pembelajaran informatika seharusnya dibuka di semua jenjang sekolah. Mulai dari jenjang sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Akan tetapi, tahun ini di sekolah penulis, yakni SMP Islam Terpadu (IT) Al Huda Wonogiri, hanya bisa menerapkan bimbingan TIK. Bimbingan yang penulis lakukan, meliputi bimbingan secara klasikal dan bimbingan secara individu.
Ketika pembelajaran di kelas, penulis menyampaikan dasardasar materi untuk melatih algoritma siswa. Algoritma ini adalah kemampuan dasar seorang pembuat program atau aplikasi. Pembimbingan secara individu ini, membantu siswa agar mencapai perkembangan yang optimal. Terbukti setelah dilakukan bimbingan individu, hasil karya siswa semakin lama semakin banyak. Terutama dalam membuat aplikasi.
Aplikasi buatan siswa-siswi SMPIT Al Huda Wonogiri, bisa
dimanfaatkan melalui Play Store, dengan mengetik Pub:Alhuda App Dev. Alhuda App Dev ini
adalah publisher yang dimiliki civitas penulis. Selain hasil karya siswa di-upload di publisher
sekolah, anak-anak banyak yang mempublish aplikasinya melalui link yang mereka buat sendiri.
Ketika meng-upload hasil karya ke GooglePlay, ternyata harus melalui verifikasi oleh Google
yang memang tidak semuanya bisa lolos. (*)